Kamis, 11 April 2013

Saya dan Sepatu Pantofel



Kalau ditanya apa hal paling memalukan yang pernah terjadi dalam hidupku, maka saya hanya akan senyum sendiri mengingat hari itu.
Apa memangnya ?
jatuh di depan banyak orang ? salah menyapa ? pas mau bayar ternyata dompet ketinggalan ? bukan...bukan itu, kalau itu masih bisa ditanggung rasanya, tapi kalau yang satu ini, hemm...(tarik nafas, muka merah)

Ceritanya...
Hari itu di lapangan udara TNI AU Kabupaten Biak Numfor provinsi Papua, dari jauh terlihat barisan orang-orang berseragam coklat tua, lengkap dengan hasduk dan semua atribut lainnya, sangat khidmat mengikuti upacara pelepasan kongtingen Pramuka Kwartir Cabang 2606 Biak untuk mengikuti Raimuna IX di Buperta Wiladatika, Cibubur Jakarta Timur tahun 2008. Kontingen itu terdiri dari 10 putra dan 10 putri penegak terbaik yang terpilih menjadi delegasi Kwarcab Biak.

Upacara yang sangat khidmat itu dihadiri oleh Kak Kwarcab/Bupati yang diwakili oleh Sekretaris Daerah, para pamong satuan karya baik itu dari Satuan karya Bhayangkara, Dirgantara, Bahari, dll. Hadir  pula beberapa unsur muspika dan orang-orang penting yang berkicimpung di dunia kepramukaan.
Saya sebagai Bendahara Dewan Kerja Cabang Pramuka Biak, yang turut menjadi bagian dalam kontingen itu, didaulat sebagai wakil dalam penyematan baju kontingen oleh Kak Kwarcab.  Dengan Percaya diri, saya yang hari itu tampil  dengan baju dan rok yang sangat rapi, hasduk, topi, peluit, kaus kaki hitam dan tentu saja sepatu pantofel yang tinggi hagnya kira-kira berukuran 5 cm yang semalam sebelumnya saya beli di Opsi, pasar kecil yang terletak tepat di depan sanggar pramuka.

 # Flash Back
Sebelum Upacara, subuh hari, semua anggota Kongtingen termasuk saya pastinya, start berjalan cepat menuju lapangan udara TNI AU, disana pesawat Hercules telah menunggu kami. Dan  saya berjalan dengan menggunakan sepatu pantofel yang baru saja ku ajak berkenalan itu, karena tidak terbiasa tentu saja kaki saya sakit dan sepatu itu jadi lecet hagnya.

Kembali ke lapangan…
Ketika protocol mengucapkan dengan lantang seperti protocol-protokol professional di acara tujuhbelasan, memanggil saya untuk maju. Maka melangkahlah saya dengan sedikit gugup karena menjadi pusat perhatian. Dan deng deng deng…
Tiba-tiba kaki saya rasanya tinggi sebelah. Akan tetapi, saya harus tetap disiplin mengikuti peraturan baris-berbaris yang telah diajarkan, maka saya hanya memicingkan mata dan ekor mata saya menagkap pemandangan lucu sekaligus memalukan, di sana ditengah lapangan ada sesuatu berwarna hitam seukuran kaki saya. Ku lirik kaki ku Astagfirullah…hag sepatuku copot dan tertinggal sementara bagian atasnya yang flat masih melekat di kakiku, alhasil semua yang hadir saat upacara berlangsung menahan tawa yang luar biasa. Untuk tetap khidmat, setelah disematkan baju kongtingen saya improvisasi berjalan ke tempat semula, tentu saja dengan gaya mentos alias tinggi sebelah. *bayangin dah Hahahaha 

Setelah upacara tentu saja itu jadi Hot Topic. Dan pada event-event selanjutnya pengalaman saya itu selalu disebut-sebut untuk diantisipasi jangan sampai terulang oleh adik-adik yunior selanjutnya. *ahhh...sumpah malu abis, nguras laut ahh !

Nah begitu ceritanya tentang  hal paling memalukan dalam hidupku. Mulai sejak itulah saya jadi pribadi yang sangat antisipatif terhadap segala sesuatu bahkan terhadap hal yang oleh orang lain anggap kecil dan sepele. Hehehe

Cek sepatumu sebelum upacara !

1 komentar

antown mengatakan...

hehe, sungguh kejadian yang tak disangka ya sepatu bisa tinggi sebelah. itu rusak apa habis jatuh sepatunya

© Catatan Ara
Maira Gall