Kalau ditanya apa
hal paling memalukan yang pernah terjadi dalam hidupku, maka saya hanya akan
senyum sendiri mengingat hari itu.
Apa memangnya ?
jatuh di depan banyak orang ? salah menyapa ? pas mau bayar ternyata dompet ketinggalan ? bukan...bukan itu, kalau itu masih bisa ditanggung rasanya, tapi kalau yang satu ini, hemm...(tarik nafas, muka merah)
jatuh di depan banyak orang ? salah menyapa ? pas mau bayar ternyata dompet ketinggalan ? bukan...bukan itu, kalau itu masih bisa ditanggung rasanya, tapi kalau yang satu ini, hemm...(tarik nafas, muka merah)
Ceritanya...
Hari itu di lapangan
udara TNI AU Kabupaten Biak Numfor provinsi Papua, dari jauh terlihat barisan
orang-orang berseragam coklat tua, lengkap dengan hasduk dan semua atribut
lainnya, sangat khidmat mengikuti upacara pelepasan kongtingen Pramuka Kwartir
Cabang 2606 Biak untuk mengikuti Raimuna IX di Buperta Wiladatika, Cibubur
Jakarta Timur tahun 2008. Kontingen itu terdiri dari 10 putra dan 10 putri penegak
terbaik yang terpilih menjadi delegasi Kwarcab Biak.
Upacara yang sangat
khidmat itu dihadiri oleh Kak Kwarcab/Bupati yang diwakili oleh Sekretaris
Daerah, para pamong satuan karya baik itu dari Satuan karya Bhayangkara,
Dirgantara, Bahari, dll. Hadir pula
beberapa unsur muspika dan orang-orang penting yang berkicimpung di dunia kepramukaan.
Saya sebagai
Bendahara Dewan Kerja Cabang Pramuka Biak, yang turut menjadi bagian dalam
kontingen itu, didaulat sebagai wakil dalam penyematan baju kontingen oleh Kak
Kwarcab. Dengan Percaya diri, saya yang
hari itu tampil dengan baju dan rok yang
sangat rapi, hasduk, topi, peluit, kaus kaki hitam dan tentu saja sepatu pantofel
yang tinggi hagnya kira-kira berukuran 5 cm yang semalam sebelumnya saya beli
di Opsi, pasar kecil yang terletak tepat di depan sanggar pramuka.
# Flash Back
Sebelum
Upacara, subuh hari, semua anggota Kongtingen termasuk saya pastinya, start berjalan
cepat menuju lapangan udara TNI AU, disana pesawat Hercules telah menunggu
kami. Dan saya berjalan dengan
menggunakan sepatu pantofel yang baru saja ku ajak berkenalan itu, karena tidak
terbiasa tentu saja kaki saya sakit dan sepatu itu jadi lecet hagnya.
Kembali ke lapangan…
Ketika protocol
mengucapkan dengan lantang seperti protocol-protokol professional di acara
tujuhbelasan, memanggil saya untuk maju. Maka melangkahlah saya dengan sedikit
gugup karena menjadi pusat perhatian. Dan deng deng deng…
Tiba-tiba kaki saya
rasanya tinggi sebelah. Akan tetapi, saya harus tetap disiplin mengikuti
peraturan baris-berbaris yang telah diajarkan, maka saya hanya memicingkan mata
dan ekor mata saya menagkap pemandangan lucu sekaligus memalukan, di sana
ditengah lapangan ada sesuatu berwarna hitam seukuran kaki saya. Ku lirik kaki
ku Astagfirullah…hag sepatuku copot dan tertinggal sementara bagian atasnya
yang flat masih melekat di kakiku, alhasil semua yang hadir saat upacara
berlangsung menahan tawa yang luar biasa. Untuk tetap khidmat, setelah
disematkan baju kongtingen saya improvisasi berjalan ke tempat semula, tentu
saja dengan gaya mentos alias tinggi sebelah. *bayangin dah Hahahaha
Setelah upacara
tentu saja itu jadi Hot Topic. Dan
pada event-event selanjutnya pengalaman saya itu selalu disebut-sebut untuk
diantisipasi jangan sampai terulang oleh adik-adik yunior selanjutnya.
*ahhh...sumpah malu abis, nguras laut ahh !
Nah begitu ceritanya
tentang hal paling memalukan dalam
hidupku. Mulai sejak itulah saya jadi pribadi yang sangat antisipatif terhadap
segala sesuatu bahkan terhadap hal yang oleh orang lain anggap kecil dan
sepele. Hehehe
Cek sepatumu sebelum
upacara !
1 komentar
hehe, sungguh kejadian yang tak disangka ya sepatu bisa tinggi sebelah. itu rusak apa habis jatuh sepatunya
Posting Komentar